Selain disinyalir menciderai demokrasi, menurut pengakuan AD, perbuatan Junaidi yang berdomisili di dusun Krajan, RT:02/RW:07, desa Gayam, kecamatan Botolinggo ini sangat bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Ironisnya, hasil dugaan kecurangan yang menjadi polemik itu ditengarai tidak berproses secara hukum, namun hanya berbentuk sanksi dengan membuat surat pernyataan dan berita acara dari pihak terkait agar Junaidi tidak mengulanginya kembali.
Dilain pihak, Mustopa ketika dikonfirmasi awak media justru mengelak dan menegaskan jika pihaknya tidak pernah merasa memberikan undangan (Pencoblosan) kepada Junaidi.
“Saya tidak pernah memberi undangan ke Jun,” singkat cak Papa, panggilan familiar nya.
Sementara itu, Junaidi, ketika mengklarifikasi insiden dugaan kecurangannya yang membuat heboh masyarakat desa Gayam, pihaknya lebih memilih untuk bertemu langsung dengan awak media.
“Kalau bisa ketemu saja, jangan di HP. Nanti sore ketemu. Nanti tak telpon, ini masih di rumah mertua. Lebih baik ketemu saja. Gak etis juga lewat telpon. Saya perlu tahu dengan sampean, sampean juga perlu tahu dengan saya. Lebih enak sambil ngopi,” kata Junaidi saat di telpon via WhatsApp nya.
Respon (1)