NASIONALXPOS.CO.ID, JAWA TIMUR, – Ketua Putra Samudra Sumenep, Ardi Kurniadi Akbar mengatakan pihaknya menilai impor garam yang dilakukan oleh pemerintah merupakan tindakan pemerintah, dan hanya akan menghadirkan mimpi buruk bagi para petani petambak garam.
Garam hasil produksi petani sampai saat ini belum terserap sepenuhnya, ditambah lagi dengan stok garam milik PT. Garam (BUMN) yang menumpuk seperti gunung akibat impor garam.
“Kami kecewa, sebab sebentar lagi akan memasuki musim kemarau, sehingga tidak menutup kemungkinan cuaca akan bagus, stok garam rakyat akan semakin melimpah dari sebelumnya,” papar Ardi.
Ia menjelaskan, dalam kondisi tersebut, seharusnya dapat menjadi kabar menggembirakan bagi para petani, sebab mereka menikmati hasil kerja kerasnya. Ardi menduga, tidak terserapnya garam rakyat oleh perusahaan lantaran sebab impor garam yang dilakukan oleh pemerintah.
“Selama ini kami menjadi pilihan perusahaan, pilihan kualitasnya yang lebih baik dan murah. Pemerintah, dan para petani garam tidak menjadi korban, tidak ada impor garam karena garam rakyat masih banyak menumpuk belum terserap,” ujar Ardi.
Ardi menambahkan bahwasanya Presiden RI, Joko Widodo pernah berkata untuk mengurangi impor sejak tahun 2018, tetapi tidak bisa dipegang janjinya.
“Kalau begini Petani pasti dirugikan, harga tidak terserap, dan harga yang jatuh cukup rendah yakni, Rp. 450 kw 1/Kg – Rp. 420 kw 2/Kg di tingkat petani, sehingga mengakibatkan banyak lahan garam bersihnya pada petani tinggal 25 s/d 300,” papar Ardi.
Menurut Ardi, harga garam yang terlalu murah tentu membuat petani tidak mendapat keuntungan. Para petani di beberapa sentra produksi mengaku hasil panennya hanya bisa untuk membeli 15 Kg beras.
“Semoga penyerapan garam lokal di tahun ini sekaligus dapat mencari solusi terbaik dalam memperlancar proses penyerapan garam lokal oleh industri,” ujar Ardi melalui Siaran Pers, Rabu (14/04/21).
Ardi juga mencatat bahwa sejak 2018, Kemenperin telah memfasilitasi kerjasama industri pengolahan garam dengan petani garam melalui penandatanganan Nota Kesepahaman Penyerapan Garam Lokal.
Realisasi untuk periode Agustus 2019 – Juli 2020 mencapai 95 persen dari target 1,1 juta ton.
Ardi menjelaskan, pada tahun lalu pengguna garam terbesar yaitu industri makanan sebesar 1,58 persen, industri kimia, dan farmasi sebesar 9,39 persen, industri kertas, dan barang dari kertas sebesar 0,22 persen.
Menurutnya, adanya rencana penambahan industri baru yang membutuhkan garam sebagai bahan baku, tidak menutup kemungkinan bahwa kebutuhan garam akan terus meningkat setiap tahun.
“Garam lokal dapat terserap oleh sektor industri, diperlukan aspek kuantitas, kualitas, kontinuitas pasokan, dan kepastian harga untuk beberapa sektor industri,” pungkas Ardi. (Ardi.K)