Ragam

Mengenal Acara Nujuh Bulan Kehamilan dalam Adat Batak

759
×

Mengenal Acara Nujuh Bulan Kehamilan dalam Adat Batak

Sebarkan artikel ini
Foto: Ist

Pada umumnya acara dibuka dengan makan bersama. Makanan yang dibawa tadi oleh pihak Parboru lalu dihidangkan di depan anak-menantunya. Namun yang boleh pertama kali menyantap hidangan tersebut hanyalah si calon ibu. Lazimnya, sang putri disuapi oleh ibunya. Setelah putrinya telah merasa puas dan kenyang, barulah yang hadir boleh mencicipi hidangan, termasuk suaminya sendiri. Setelah makan bersama, keluarga Parboru memberikan semangat kepada putrinya, sekaligus untuk menghilangkan kecemasan sambil menunggu proses bersalinnya. Lalu diberikan masukan tentang bagaimana ketika melahirkan dan ketika merawat anaknya nanti. Tidak hanya itu, sang putri ditanyakan apakah masih ada perasaan yang masih mengganjal, misalnya soal keuangan, perlakuan suami atau mengidam sesuatu. Jika ada maka harus seharusnya segera dituntaskan. Orang Batak percaya ganjalan-ganjalan ini akan juga menjadi halangan bagi si bayi ketika lahir maupun setelah dewasa nanti.

BACA JUGA :  Pemprov Sulut Bantu Lansia Rukun Halmahera di Perayaan Natal

Dalam upacara adat Batak ini juga ada ritual pemberian ulos tondi yang dililitkan kepada putri dan menantunya. Biasanya pemberian ulos ini tidak hanya oleh orang tua istri saja, tapi dililitkan juga oleh kerabat orang tua si istri. Hal demikian menyimbolkan kekuatan jiwa dan fisik, khususnya bagi calon ibu, agar diberi kekuatan dan semangat dalam menghadapi proses melahirkan ke depan.
Lalu ketika pihak keluarga istri hendak pulang, pihak keluarga suami akan memberikan sejumlah uang kepada keluarga besannya. Hal itu dinamakan “marsituak na tonggi”.

Advertisement
Scroll Kebawah Untuk Lihat Berita

Jika memang tidak dimungkinkan, tidak ada keharusan bagi suku Batak untuk mengadakan acara seperti ini, karena Nujuh Bulanan ini adalah salah satu tradisi yang bersifat opsional. Ini bisa diadakan jika keluarga merasa ingin merayakannya atau hanya sekadar mengikuti tradisi yang ada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *