NASIONALXPOS.CO.ID, SULTENG – Longsor yang terjadi di Jalan Trans Sulawesi ruas jalan Palu – Donggala tepatnya di sekitar pertambangan (galian C) milik PT. Perdana Matra Bumi, Kelurahan Kabonga Besar, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala beberapa waktu yang lalu, yang sempat menutup jalur akses antar provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Barat, menjadi polemik di tengah masyarakat.
Hingga saat ini belum ada hasil investigasi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurut Inspektur Tambang, Muhammad Saleh bahwa pihaknya akan melakukan investigasi terkait dengan kejadian itu.
“Selama 4 (empat) hari melakukan investigasi dan mencari penyebab terjadinya longsor,” kata Muhammad Saleh. “Oleh sebab itu, selama melakukan investigasi perusahaan tidak bisa melakukan produksi,” ungkapnya.
“Namun hingga saat ini, Hasil investigasi, Inspektur Tambang, yang sudah turun, ke lokasi, sampai saat ini belum mempublikasikan, hasil investigasinya mereka terkait penyebab longsor tersebut.
“Saat ini progres analisis kejadian dan melengkapi data, minggu ini selesai dan kita usahakan surat ke perusahaan juga sudah ada,” tulis Saleh dalam pesan singkat,
Kemudian konfirmasi kembali dilakukan oleh media ini Via WhatsApp, Sabtu (27/2/2021). Saleh mengatakan bahwa PT. Perdana Matra Bumi harus memenuhi berbagai hal kemudian selanjutnya bisa beroperasi.
“Sebelum memenuhi berbagai persyaratan kegiatan produksi, yang biasa mereka lakukan, itu belum bisa produksi seperti biasa,”
Sebelumnya, menurut keterangan Kepala Teknik Tambang PT. Perdana Matra Bumi, Irwan saat ditemui sejumlah Wartawan, Senin (09/02) di Donggala mengatakan bahwa longsor yang terjadi di tempat itu adalah kali pertama dan bukan dari material yang dikelola oleh perusahaan tempatnya bekerja.
“Sebelum longsor terjadi materialnya yang dari atas itu bercampur dengan air sehingga sampai kebawah sini. Jadi bukan dari material yang kami diolah,” jelasnya.
Irwan menuturkan bahwa material longsor berasal dari sungai atau kuala kering. “Memang sebelumnya daerah ini kuala kering, jadi sebelum perusahaan ini ada sering terjadi sedimentasi,” bebernya.
“Setahun kami beroperasi belum ada terjadi, baru kali ini,” katanya.
“Dari perusahaan sudah melakukan langkah-langkah preventif sebelumnya, cuma memang karena air banyak dan melebihi kapasitas,” ungkapnya.
Sementara itu, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Taufik membantah pernyataan Kepala Teknik Tambang. Menurut dia bahwa longsor pernah terjadi ditempat itu.
“Kejadian ini bukan hal yang pertama terjadi, sebelumnya sudah pernah terjadi,” tulis dia dalam keterangan persnya, Senin (9/2).
Dirinya menduga pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota belum pernah mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengantisipasi agar kejadian ini tidak berulang, dengan melakukan evaluasi seluruh perizinan tambang di wilayah-wilayah sepanjang pesisir Palu- Donggala.
“Dari kejadian longsor material tambang ini, kami mendesak pemerintah daerah melakukan evaluasi seluruh izin lingkungan tambang pasir yang ada di sepanjang pesisir Palu-Donggala, karena menurut kami, longsor-longsor material tambang yang sudah terjadi beberapa kali ini, pasti akan berulang kedepannya,” desak Upik sapaan akrabnya.
Sambung Upik, sebagaimana dalam Pasal 23, Perda RTRW Kabupaten Donggala Nomor 1 Tahun 2012, disebutkan sebagai wilayah kawasan rawan longsor.
“Evaluasi perizinan ini juga menjadi penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana daya tampung dan daya dukung lingkungan disekitar area pertambangan. Jika daya tampung dan daya dukungnya sudah tidak memadai lagi, sebaiknya izin-izin tambang yang sudah ada direkomendasikan ke pemerintah pusat, sebaiknya dilakukan pencabutan izin pertambangannya,” pungkasnya.
Hingga berita ini terbit, Rabu (13/3/2021) Inspektur Tambang, Kementerian ESDM belum memberikan jawaban terkait hasil investigasi penyebab terjadinya longsor di PT. PMB, sehingga perlu dilakukan konfirmasi lebih lanjut.
Penulis: Hendra kede