NASIONALXPOS.CO.ID, BLORA – Oknum lawyer korban seleksi perangkat desa (perades) dari seorang klien bernama Ami’ul Khasanah, warga Desa Talokwohmojo, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora, ditengarai melanggar kode etik profesi. Yakni, terkait perkara yang tengah diurusnya.
“Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya,” demikian aturan itu tertuang dalam pasal 4 huruf b KEAI (Kode Etik Advokat Indonesia) ditulis media ini, Rabu (23/2/2022).
Wanita yang akrab disapa Ami’ul ini membeberkan, pada hari Senin, 21 Februari 2022 sekitar pukul 21.00 WIB, sebagai seorang klien malah balik diintimidasi oleh oknum lawyernya sendiri pasca dirinya turut ikut berunjuk rasa bertajuk istighosah akbar terkait pembatalan hasil tes perades yang digelar di Alun-Alun Blora beberapa waktu lalu.
“Kamu jangan salah statement, seperti ikut orasi yang tidak ada dasarnya, terus kamu nanti kalah pembuktian, dan nanti kamu bisa diseret dalam kasus hukum yang lainnya. Intinya saya di takut-takuti,” ungkap Ami’ul.
Menurutnya terhitung sejak hari Selasa, 22 Februari 2022 kemarin, sudah mencabut kuasa hukum yang menangani perkara yang dihadapinya pasca terdepak menjadi Kepala dusun (Kadus) Temuwoh, Desa Talokwohmojo. Padahal dirinya adalah pihak yang sebetulnya peringkat pertama.
Dalam perkara ini, sebelumnya Ami’ul juga blak-blakan mengungkap kekecewaannya sempat ditawari akan dilantik sebagai Kadus oleh pihak lawyer dengan cara yang tidak sesuai prosedur. Karena menggunakan modus lewat panitia.
“Dengan dalih, tim lawyer sudah mengirim surat sanggahan kepada Kades Talokwohmojo bahwa saya harus dilantik dan MT harus diturunkan, karena tidak sesuai prosedur,” ungkap Ami’ul yang menirukan penjelasan tim lawyernya.
“Saya bilang, kepada tim lawyer, itu ada konsekuensi nggak sama yang mengajukan SK nya MT. Yang dimaksud siapa? tanya lawyernya. Ami’ul menjawab yaitu yang menaikkan SK MT, seperti PMD, camat, dan kades. Kan begitu. Terus lawyernya menjawab, anda tidak usah mikir kesitu, karena anda niatnya kan dilantik, dan itu biar urusan mereka-mereka pejabat yang diatas, kalau kamu mikir itu nanti kamu jadi kelamaan. Nanti kamu bisa tersangkut kasus-kasus yang besar-besar itu,” terangnya menambahkan.
Diketahui, Ami’ul menggunakan jasa lawyer yang sudah diputus kuasanya itu sempat mengeluarkan sejumlah uang yang sudah dibayarkan. Kendatipun sebetulnya juga ada lawyer yang menawari pendampingan secara gratis tetapi ketika itu tidak mendapat respons.
Ami’ul yang notabenenya adalah orang biasa-biasa saja, hingga saat ini tidak patah arang karena ada banyak pihak yang turut berkomitmen mengawal perkara yang dihadapinya hingga selesai. Yakni, diantaranya adalah lembaga Pemantau Keuangan Negara (PKN).
Sementara itu, Ketua Umum Lembaga Pemantau Keuangan Negara (PKN), Patar Sihotang mengatakan, pihak anggotanya yang di Blora turut mendampingi dan melaksanakan advokasi permasalahan seleksi perades.
Patar sendiri telah mendapatkan informasi terkait adanya penyimpangan-penyimpangan seleksi perades. Baik itu penyimpangan secara administrasi, wewenang, maupun secara hukum.
“Artinya ada suatu permainan antara oknum-oknum, sehingga calon bisa diatur skenarionya. Sehingga banyak calon-calon itu tidak terima, sehingga terjadi konflik,” katanya.
“Terjadinya konflik seperti itu maka PKN melakukan advokasi untuk para korban perades untuk mencapai target perbaikan yang diharapkan,” katanya lagi.
Menurut Patar, langkah-langkah yang diambil PKN, adalah membantu pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan yang bersih.
“Untuk para korban kecurangan seleksi perades, PKN mengambil langkah-langkah hukum. Antara lain kami menyimpan dokumen atau data hasil tes perades. Mulai dari pelaksanaan, dan penilaiannya. Karena itu hak para calon yang menjadi korban,” terangnya.
“Kami akan membuat surat juga kepada kementrian tentang adanya penyimpangan seleksi perades di Blora ini. Tentunya juga harapan-harapan sosial dari para korban terkait untuk mendampingi mereka,” katanya lagi.
Karena seleksi perades ini yang melaksanakan adalah pemkab Blora, untuk itu pihaknya akan meminta data ke Pemkab dengan menggunakan UU Nomor 14 Tahun 2008. Yakni, tentang keterbukaan informasi publik.
Patar meyakini bahwa data terkait pelaksanaan seleksi perades bukanlah rahasia negara yang harus ditutup-tutupi.
“Karena korban sendiri yang melaporkan ke kami, dan data-data itu yang kami minta. Jadi bukan suatu yang rahasia, untuk nanti mengetahui kebenaran daripada tes itu. Apakah disitu ada unsur rekayasa atau murni, dalam arti korban itu mampu apa tidak mampu dalam proses itu,” katanya.
Lebih lanjut, Patar mengharapkan bahwa Pemkab Blora mengakomodir dalam pelaksanaan seleksi perades, ini nyata ada konflik yang terjadi. Harus diselesaikan secepatnya.
“Kalau saya lihat ada beberapakali demo, dan harusnya pemkab cepat menyelesaikan situasi seperti ini. Jangan sampai menjadi bola api yang berlarut, sehingga menimbulkan keresahan. Tentunya dengan transparansi dan independen,” pungkasnya. (Hans)