Hukrim

Kecewa Penanganan Polda Sulut di ‘Kasus Dego-Dego’, Nancy Howan: Surat Asistensi ke Biro Wassidik Mabes Polri Tak Pernah Ada

360
×

Kecewa Penanganan Polda Sulut di ‘Kasus Dego-Dego’, Nancy Howan: Surat Asistensi ke Biro Wassidik Mabes Polri Tak Pernah Ada

Sebarkan artikel ini
Kabag Wasidik AKBP Sefrie Boko saat menyerahkan SP3D ke pelapor Nansi Howan didampingi kuasa hukum Clift Pitoy, SH.

NASIONALXPOS.CO.ID, MANADO – Kasus Dugaan Penyerobotan Tanah di lahan eks RM Dego Dego kawasan Jalan Wakeke, Kelurahan Wenang Utara Lingkungan III Kecamatan Wenang, Kota Manado (Kasus Dego-Dego), oleh Terlapor MT alias Meiky, oknum Dirut PDAM Manado, yang juga merupakan owner eks RM Dego Dego, terhadap pelapor Christine Irene Nansi Howan lewat Laporan Polisi Nomor : STTLP/477.a/X/2020/SULUT/SPKT tanggal 19 Oktober 2020, kian tak jelas kepastian hukumnya, meski telah berproses selama kurang lebih 3 tahun.

Keresahan Pelapor Christine Irene Nansi Howan atas ketidakpastian hukum dari laporannya tersebut semakin menjadi-jadi, menyusul dirinya sudah melayangkan Dumas (Pengaduan Masyarakat) ke Polda Sulut namun sampai sekarang laporannya belum ada juga kepastian hukum.

Menurutnya, dalam Gelar perkara khusus pada tanggal 17 November 2022  yang telah menghasilkan 3 kesimpulan dan 6 rekomendasi, diantaranya, telah ditemukan adanya tindak pidana dalam kasus itu, dan merekomendasi agar penyidik melanjutkan kembali penanganan perkara tersebut, sebenarnya sudah jelas. Namun oleh pihak Kabag Wassidik Reskrimum Polda Sulut, AKBP DR Sefrie Boko SH.,MH, malah memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan (SP3D) yang menyatakan kasus tersebut masih akan diasistensi ke Biro Wassidik Mabes Polri.

BACA JUGA :  Edarkan Shabu Dua Pemuda Diamankan Sat Resnarkoba Polres Lebak

“Padahal surat permintaan Asistensi dan Supervisi ke Biro Wassidik Mabes Polri itu sebenarnya tidak ada atau tidak benar. Saya justru mendapat pengakuan dari Kabag Wassidik Reskrimum Polda Sulut, AKBP Sefrie Boko bahwa laporan saya justru ditahan oleh Direktur Reskrimum Polda Sulut, Kombespol Gani.F.Siahaan, S.I.K, MH, dan surat Asistensi itu tak pernah ada,” ucap Pelapor Nancy Howan dengan nada kesal.

Ketidakjelasan proses penanganan kasus tersebut juga mendapat perhatian dari ahli hukum pidana, Dr. Michael Barama, SH, MH, yang pernah dua kali diundang Polda Sulut untuk dimintai pendapatnya dalam penanganan kasus tersebut.

“Saya tahu betul kasus ini, sebab pernah dua kali diundang mengikuti gelar perkara, hingga gelar perkara khusus oleh Polda Sulut untuk dimintai pendapat dalam kapasitas ahli pidana, namun nyatanya perkara itu belum juga tuntas,” kata Dosen Senior Universitas Sam Ratulangi Manado ini.

BACA JUGA :  Sidang Perkara Unsika, Terdakwa Tidak Pernah Menerima Uang

Menurut Barama, dalam gelar perkara khusus yang dihadirinya pada tanggal 17 November 2022 tersebut, yang juga menghadirkan saksi ahli pertanahan dari BPN, Nency Runturambi, hasilnya sudah jelas.

“Gelar perkara tersebut telah menghasilkan 3 kesimpulan dan 6 rekomendasi, diantaranya, telah ditemukan adanya tindak pidana dalam kasus itu dan merekomendasi agar penyidik melanjutkan kembali penanganan perkara tersebut. Dan seharusnya saat ini sudah SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan). Di situ antara jaksa penuntut umum (JPU) dan penyidik akan saling memberi masukan. Itulah yang dimaksudkan dalam system peradilan untuk mengontrol di dalam satu kesatuan,” tegas lelaki energik ini yang biasa disapa ‘Mneer Barama’.

Untuk itu lanjutnya, penyidik Polda Sulut yang menangani perkara ini diminta saling koordinasi berdasarkan bukti-bukti yang ada tidak hanya menunggu.

BACA JUGA :  Lanal Cilacap Tangkap Penjual Obat Diduga Ilegal, 1914 Butir Obat Diamankan

“Mereka harus koordinasi apakah bukti-bukti sudah cukup atau tidak. Sebab kalau ini rusak, tidak jalan itu penegakan hukum,” beber Barama.

Dia pun mengingatkan penyidik terkait Peraturan Kapolri No. 6 tahun 2019 tentang tindak pidana agar jangan sampai menghilangkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri sebagaimana yang didengung-dengungkan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo.

“Integrated criminal justice System itu hal saling mengontrol antara hakim, jaksa dan penyidik. Ada kesatuan pendapat, harus mulai dari situ untuk system penyidikannya. Apaguna penyidik bilang itu SPDP, penyerahan tahap I, tahap II. Jangan sampai UU-nya bagus tapi pelaksanaannya di lapangan nda bagus,” tegas Barama.

Untuk diketahui, saat ini Christine Irene Nansi Howan sebagai pihak pelapor masih berusaha mencari keadilan dan kepastian hukum atas laporan perkara mereka yang kini masih tertahan di Biro Wasidik Polda Sulut.

(Bud/JK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *