NASIONALXPOS.CO.ID, BLORA – Keberadaan pabrik penggilingan padi, dan jagung milik PT. Angkasa Karya Sejahtera (AKS), yang menimbulkan pencemaran lingkungan dinilai melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Blora No. 5 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2021-2041, Rabu (11/8/2021).
Kepala DPU PR Blora, Samgautama Karnajaya, yang membenarkan terkait peraturan tersebut. Ada beberapa kawasan yang diatur di dalamnya, antara lain kawasan lindung, kawasan permukiman pedesaan, permukiman perkotaan dan kawasan peruntukan industri.
Dirinya sangat berhati-hati dalam memberikan rekomendasi tata ruang kepada para pengusaha, terutama di kawasan-kawasan yang diatur dalam Perda RTRW.
“Intinya kami berpedoman dengan aturan. Kalau tidak sesuai peraturan, rekomendasi tata ruang tidak kami keluarkan,” tegasnya.
Samgautama juga mengungkapkan bahwa lokasi keberadaan PT. AKS itu bukan peruntukannya.
“Monggo, silahkan disikapi. Kalau dari peta RTRW terbaru di situ peruntukannya Kawasan Permukiman Perdesaan,” ucapnya.
Berdasarkan Perda ini, lokasi PT. AKS yang berada di Desa Kamolan Kecamatan Blora kota merupakan Kawasan Permukiman Perdesaan, bukan Kawasan Peruntukan Industri. Padahal, pendirian pabrik diketahui banyak masyarakat telah berdiri sekitar tahun 1970an. Sedangkan Perda ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, 1 April 2021. Meski telah mengalami beberapa kali perubahan, namun Perda RTRW Kabupaten Blora, tidak mengakomodir kegiatan industri menengah, dan besar di lokasi itu.
Data dari Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Blora, yang diajukan PT. AKS tertanggal 10 Oktober 2019, perusahaan ini masuk kategori industri menengah dengan jumlah 48 pekerja.
Hal senada juga diungkapkan oleh Jedy Arnanto selaku Kepala Bidang Pengendalian Penanaman Modal dan Sistem Informasi DPMPTSP Blora. Dia menyebutkan ada dua perusahaan di lokasi tersebut, yakni PT. AKS dan CV. Angkasa Mitra Niaga dengan masing-masing investasi senilai Rp 7 miliar.
“Ada dua perusahaan di sana (desa Kamolan). Untuk PT nya senilai tujuh miliar, sedangkan CV juga berkisar diangka yang sama,” kata Jedy.
Mengenai Perda itu, Komang Gede Irawadi selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Blora mengatakan tidak bisa serta merta merubahnya. Karena, lanjutnya evaluasi Perda membutuhkan waktu 5 tahun.
“Kalau Perda RTRW kan itu baru 2021, tidak bisa serta merta langsung dilakukan evaluasinya. PT Angkasa itu kan sudah ada di situ sebelum perda itu terbit, hanya saja seharusnya kan diakomodir juga di perda. Tentu harus dicari jalan keluarnya, seharusnya di pasal peralihan mengatur itu. Nanti kita kaji terkait hukumnya di Bappeda seperti apa,” ungkap Komang. (Hans)